Pendukung Web 3.0 seringkali menggunakan sejarah Web 2.0 sebagai alibinya untuk berkembang, mengingat kejadian yang dialami Bill Gates pada tahun 1995 ketika diwawancarai oleh David Letterman mengenai internet, Bill Gates mengatakan bahwa semua bisa menonton permainan baseball di Internet dan pada saat itu David Letterman menyindir soal Internet dengan candaannya, dan semua penonton yang saat itu hadir tertawa oleh candaan tersebut, mengingat candaan tersebut relevan karena masih banyak orang yang lebih menyukai TV daripada Internet (source: https://www.youtube.com/watch?v=gipL_CEw-fk).
Hal tersebut pula menjadikan pendukung Web 3.0 semakin pro dan mengungkit keberhasilan Web 2.0. Tapi sebenarnya hal itu tidak bisa dijadikan alasan bahwa Web 3.0 akan berhasil, kok bisa? disini saya akan membagikan apa saja skeptis di dunia Web 3.0.
Cryptocurrency adalah speculative asset
Sebelum itu, saya akan membahas blockchain terlebih dahulu, Satoshi Nakamoto melalui papernya mengatakan bahwa blockchain adalah sebuah teknologi append-only ledger yang bersifat desentral dimana tidak ada otoritas sentral yang mengatur transaksi didalamnya, oleh karena itu cryptocurrency disebut sebagai permissionless technology, lalu apa hubungannya dengan speculative asset?
Blockchain memiliki rentan terhadap 51% attack, dimana setiap Node dapat dikuasai oleh satu entitas tertentu, hal ini diperbaiki dengan menambah biaya setiap partisipasi pada Node tersebut dengan cara menambah sebuah konsep pencegahan yang biasanya yang kita sering ketahui adalah menggunakan Proof-of-Work (contohnya Bitcoin, Ethereum), Proof-of-Stake (contohnya Solana,Tezos), Proof-of-Space and Time (contohnya Chia).
Karena partisipasi di permissionless blockchain menjadi mahal untuk membayar setiap miner yang menggunakan alat mining sebagai modal untuk membantu setiap jalannya Node, kenyataan di dunia ini sekarang adalah setiap alat mining yang harus dibeli sekarang harus menggunakan fiat, maka miner otomatis membutuhkan fiat untuk meraup keuntungan dengan mengubah cryptocurrencynya menjadi fiat, oleh karena itu harus ada yang membeli cryptocurrency tersebut agar menjadi sebuah fiat, ini masuk akal untuk jual-beli bagi sesama miner, namun apa yang terjadi jika pembeli tersebut bukanlah seorang miner sama sekali?.
David Rosenthal sebagai Co-author yang mengusulkan teknik Proof-of-Work pertama kali dan salah satu yang paling awal membuat perusahaan NVidia semakin besar mengatakan bahwa satu-satunya alasan kita membeli cryptocurrency asset sebagai non-miner adalah untuk mempercayai bahwa angka tersebut akan naik, otomatis non-miner yang membeli cryptocurrency adalah seorang spekulator. Menurut dia 90% aktifitas transaksi di bitcoin itu bukanlah aktifitas ekonomi yang berarti, mayoritas aktifitas transaksi di bitcoin hanyalah transaksi antar exchange atau swap, yang menjadikan Bitcoin sebagai inherently speculative asset.
Perbedaannya dengan investasi pada saham adalah investor saham secara konservatif selalu memperhatikan economic value setiap studi kasus pada perusahaan yang dia investasikan, hal ini yang berbeda dengan investasi pada cryptocurrency. Lalu investasi saham juga memiliki dividen dan tidak perlu menunggu investor baru untuk masuk untuk menaikkan value pada saham tersebut.
Cryptocurrency sebagai pendukung jalannya transaksi pada Web 3.0 adalah aktifitas Ponzi scheme
Satu-satunya cara memberi reward kepada pemilik token di sistem cryptocurrency adalah masuk di sistem tersebut lebih awal dari orang lain, dimana ada orang lain yang baru masuk membeli token tersebut dengan harga yang tinggi, dengan begitu otomatis orang yang baru masuk di sistem cryptocurrency lebih awal, mencerminkan inherently decentralized ponzi scheme.
Menurut sebuah riset (https://www.cber-forum.org/cryptowashtrading) mengatakan bahwa 70% transaksi di bitcoin adalah wash trading, dimana itu dilakukan hanya untuk menaikkan value, yup pelakunya sudah pasti para whale ataupun entitas tertentu yang ingin memanipulasi pasar trading bitcoin. Wash trading adalah jual-beli antar entitas kalian sendiri, setiap jual-beli akan menaikkan value secara artificial sampai ada salah satu entitas yang tertipu dan melanjutkan angka tersebut.
Seorang pengguna internet mengatakan bahwa setiap cryptocurrency exchange seperti coinbase, binance, dan lain-lain adalah cerminan big banks cartels. Dimana mereka meraup keuntungan dari kerugian di ekosistem cryptocurrency pada exchange tersebut.
Aplikasi Web 3.0 tidak benar-benar terdesentral
Dua platform terkenal yang biasa digunakan oleh para investor cryptocurrency memberitakan bahwa OpenSea dan Metamask akan memblokir akun yang terkena sanksi dari Amerika https://fortune.com/2022/03/04/opensea-metamask-block-users-sanctions/ , hal ini membuktikan cryptocurrency wallet sekalipun tidak benar-benar desentral.
Harga NFT sangat berkaitan dengan promosi sensasional
Mengingat sejarah dari BAYC (Bored Ape Yacth Club) dimana setiap early investor membeli commision art seharga 0.80 ETH, yang kemudian menjadi hype dan harganya meningkat, banyak artis yang masuk dan mereka membuat insentif untuk setiap pemiliki BAYC NFT agar dapat memasuki club yang memiliki banyak event dengan artis-artis pemegang NFT BAYC.
Hal ini membuat kesimpulan bahwa hanya Top 1% dari Top 1% pemilik NFT awal yang merasakan keuntungan besar, dan sisanya hanya termakan oleh hype, hal ini terjadi pula dengan NFT Ghozali dimana Top 1% pada NFT tersebut ternyata adalah Chef Arnold Poernomo. Dan itu membuktikan bahwa harga NFT benar-benar spekulatif dan memanfaatkan trend, sekalipun memiliki insentif tertentu jika memilikinya.
Moxie Marlinspike salah satu founder aplikasi Signal, menyindir konsep NFT dengan membuat NFT bergambar digital art menjadi Poop ketika berada di wallet owner (https://twitter.com/moxie/status/1448066579611234305?ref_src=twsrc%5Etfw%7Ctwcamp%5Etweetembed%7Ctwterm%5E1448687312011874304%7Ctwgr%5E%7Ctwcon%5Es3_&ref_url=https%3A%2F%2Fwww.engadget.com%2Fnft-signal-founder-poop-emoji-151740121.html). Moxie Marlinspike mengatakan bahwa tidak ada hash pada gambar NFT, dimana ini mengakibatkan siapapun yang menghost gambar NFT tersebut dapat merubahnya menjadi gambar Poop. 💩
Cryptocurrency dan money laundering didalam ekosistem Web 3.0
Satoshi Nakamoto menulis di lembar penelitiannya bahwa cryptocurrency diciptakan supaya menjadi asset yang tidak bergantung ke otoritas pusat seperti pemerintahan, ini menyimpulkan bahwa cryptocurrency adalah secara murni adalah asset yang berkaitan dengan ideologi, ideologi ini mengakibatkan terciptanya aktifitas kriminal underground yang dimana tidak adanya regulasi terpusat pada sistem cryptocurrency, sampai ada isu bahwa oligarki Rusia bisa selamat dari sanksi karena mereka menyimpan assetnya pada aplikasi tukar-menukar cryptocurrency yang tidak diregulasi (https://www.forbes.com/sites/jonathanponciano/2022/02/28/russia-may-use-cryptocurrency-to-try-and-evade-sanctions-but-heres-why-it-will-be-hard/).
Seorang pengguna internet memberikan pendapat kontroversial bahwa bitcoin adalah efek sebuah jaringan yang memiliki titik untuk memberikan sesuatu, dimana ini berlaku untuk cryptocurrency lainnya yaitu yang pertama kali masuk ke ekosistemnya Satoshi Nakamoto (atau Adam Back 😄) adalah penguasa tertinggi di skema ponzi terdesentral lalu menyebarkannya untuk menaikkan value secara spekulatif, dimana pendapat ini berarti bahwa Bitcoin menyelesaikan masalah keuangan konvensional dunia nyata saat ini dengan masalah yang baru dan berkaitan dengan speculative asset (dan Cryptocurrency-bubble sebagai efek sampingnya).
Demikian tulisan saya mengenai Skepticism pada Web 3.0. Tunggu tulisan lainnya mengenai Web 3.0 dan blockchain ya! 😄😁
Top comments (0)